Bekerja dan Beribadah

Hidup adalah gerak dan bekerja. Hidup tanpa kerja adalah hampa. Persoalannya adalah bagaimana agar pekerjaan itu memiliki nilai. Dan apa motif yang mendasari pekerjaan kita itu.

Manusia diciptakan Allah SWT untuk beribadah. Islam tidak membatasi makna ibadah hanya ritual keagamaan, seperti shalat, zakat, puasa, dan haji. Tapi lebih dari itu, semua pekerjaan keduniawian bisa memiliki arti ibadah. Artinya, bukan hanya materi yang kita dapat, tetapi juga ridha dan pahala dari Allah SWT.
Petani yang bekerja di sawah, pegawai yang bekerja di kantor, pedagang, nelayan, pengusaha, semua pekerjaan itu bisa bernilai ibadah manakala memenuhi beberapa syarat, seperti yang dituliskan Imam al-Ghazali dalam bukunya Al-Ibadah fi al-Islam.
Pekerjaan itu jelas bukan kategori yang diharamkan Allah SWT, seperti bertransaksi dengan cara riba, menjual narkoba atau miras, bekerja di tempat maksiat, dan memperdagangkan wanita. Pekerjaan itu juga harus dibarengi dengan niat kebaikan dan ikhlas.
Bekerja untuk memenuhi kebutuhan pribadi, menafkahi keluarga, memakmurkan bumi sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT. Bekerja bukan untuk menumpuk harta, riya', bermegah-megahan, atau ingin dihormati orang lain.
Berikutnya, rutinitas pekerjaan itu tidak membuatnya lalai dan meninggalkan ibadah ritual. ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS Al-Munafiqun: 9).
”Laki-laki yang tidak lalai oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayar zakat.” (QS An-Nuur: 37).
Selanjutnya Imam al-Ghazali mengingatkan agar pekerjaan itu tidak dilakukan dengan cara merampas hak orang lain, mengkhianati, berlaku curang, dan menipu. Pekerjaan harus dilakukan secara profesional, cermat, dan baik. Artinya, pekerjaan itu harus dilakukan berdasarkan ilmu pengetahuan terkait. ”Sesungguhnya Allah menyukai hambanya yang melakukan pekerjaannya dengan profesional.” (HR Baihaqi).
Sebagai Muslim, kita harus berusaha menjadikan setiap pekerjaan memiliki nilai ibadah, memberi keuntungan materi dunia, dan pahala untuk kepentingan akhirat. Ukuran paling sederhana adalah kesucian niat dan keikhlasan melakukan pekerjaan, bertanggung jawab, dan tidak bertentangan dengan syariat Allah SWT dan Rasul-Nya.
Sedangkan untuk melakukan pekerjaan secara baik dan benar harus didasarkan pada ilmu-ilmu yang terkait dengan bidangnya. Namun, ilmu-ilmu itu pun harus tidak bertentangan dengan Alquran dan hadis Rasulullah SAW.

Tidak ada komentar: