Ali bin Abi Thalib merupakan salah seorang khalifah yang rajin mengirim pesan-pesan tertulis kepada para bawahannya. Dalam surat kepada Gubernur Al Asthar di Kairo, Amirul Mukminin menulis, ”Pemimpin itu harus bisa melihat dengan mata rakyat, harus mengerti bahasa rakyat, dan merasakan perasaan rakyat. Memajukan kemakmuran rakyat adalah tugas setiap pemimpin.”
Nasihat tersebut menjelaskan betapa seorang pemimpin memikul tanggung jawab yang tidak ringan di hadapan umat dan di hadapan Tuhan. Dalam sejarah, tidak sulit mencari pemimpin di kala keadaan serba menguntungkan serta fasilitas yang lengkap. Namun, sulit dan mahal untuk mendapatkan pemimpin sejati yang tabah bertahan dan rela menderita bersama rakyatnya dalam masa sulit, jauh dari fasilitas yang diinginkan.
Prof Dr Ahmad Syalaby dalam buku Masyarakat Islam (1961) melukiskan persaudaraan dan kebersamaan yang terbina dalam kehidupan umat Islam di zaman Khalifah al Rasyidin. Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, umat Islam di sekitar Madinah ditimpa bencana kelaparan yang telah menyebabkan wabah penyakit dan kematian. Kelaparan dan penderitaan rakyat itu dirasakan oleh Umar sebagai penderitaan bagi dirinya. Karena itu, beliau bersumpah tidak akan mengecap daging dan minyak samin. ”Bagaimana saya dapat mementingkan keadaan rakyat, kalau saya sendiri tiada merasakan apa yang mereka derita,” begitu kata Khalifah Umar yang amat berkesan pada waktu itu.
Kali lain, Umar bin Khathab pernah berkata, ”Kalau negara makmur, biar saya yang terakhir menikmatinya, tapi kalau negara dalam kesulitan biar saya yang pertama kali merasakannya.” Sampai seorang sahabat pernah berkata, bila Allah tak segera mengakhiri bencana itu, maka Umar adalah orang pertama yang mati kelaparan.
Teladan kepemimpinan Umar bin Khathab ditemukan kembali pada sosok Umar bin Abdul Aziz, di masa pemerintahan Bani Umayyah tahun 717-720 M. Istri Umar bin Abdul Aziz, ketika menjawab pertanyaan orang-orang yang datang bertakziah atas wafatnya pemimpin teladan ini, menceritakan, ”Demi Allah, perhatiannya kepada kepentingan rakyat lebih besar daripada perhatiannya kepada kepentingan dirinya sendiri. Dia telah serahkan raga dan jiwanya bagi kepentingan rakyat.”
Rasulullah bersabda, ”Setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban (di hadapan Allah) tentang kepemimpinannya.” Maka, betapa tak terpujinya para pemimpin yang hanya berorientasi melanggengkan kekuasaan dan melupakan penderitaan rakyatnya.
Pemimpin yang Adil
”Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berbuat adil dan berbuat kebajikan.” (An-nahl [16]: 90). Secara bahasa, adil adalah sikap tengah-tengah di antara dua hal. Dalam ayat di atas, terjadi penafsiran yang beragam tentang adil, tetapi pendapat yang paling kuat mengatakan bahwa adil adalah sikap moderat dalam segala hal; tidak ekstrem tapi juga tidak lalai.
Adil dalam beragama berarti tidak berlebihan dalam beribadah yang sampai pada tingkatan tercela menurut agama. Sebaliknya, tidak lalai dalam ibadah dengan meninggalkan sebagian aturan Ilahi. Tokoh sufi, Al-Qusyairi, mengatakan, Allah memerintahkan manusia untuk berbuat adil pada tiga hal. Adil kepada Allah, kepada diri sendiri, dan kepada makhluk lain. Adil kepada Allah berarti mendahulukan hak Allah daripada kepentingan dirinya, mementingkan ridha-Nya dan mengalahkan hawa nafsu, serta menjauhi semua larangan-Nya.
Adil kepada diri sendiri adalah mencegah diri dari setiap hal yang menyebabkan mudharat. Dan, menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. Sementara, adil kepada makhluk adalah menasihati (mengingatkan) bila salah, tidak berkhianat, dan tidak menyakiti, baik dengan perkataan atau perbuatan, secara tersembunyi maupun terang-terangan.
Banyak keutamaan yang diberikan oleh Allah SWT kepada orang-orang yang berlaku adil, terutama kepada para pemimpin yang adil. Pertama, Allah mencintai hambanya yang berlaku adil. ”Dan berbuat adillah, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil.” (Alhujurat [49]: 9).
Kedua, pemimpin yang adil akan menjadi salah satu golongan yang akan mendapatkan naungan Allah SWT pada hari akhir. Abu Hurairah menceritakan bahwa Nabi SAW bersabda, ”Di antara penghuni surga ialah tiga orang; orang yang memiliki kekuasaan lalu berbuat adil dan mendapat bimbingan dari Allah; orang yang memiliki sifat penyayang dan lembut hati kepada keluarga dekatnya; dan setiap Muslim serta orang yang tidak mau meminta-minta sementara ia menanggung beban keluarga yang banyak jumlahnya.” (HR Muslim).
Bagaimana ciri-ciri pemimpin yang adil? Rasulullah bersabda, ”Sebaik-baik pemimpin kalian ialah yang kalian cintai dan mereka mencintai kalian; kalian mendoakan mereka dan mereka mendoakan kalian.” (HR Muslim). Wallahu a'lam bish-shawab.
Pemimpin Teladan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar