e-Learning: Sebuah Proses Spiralisasi Pengetahuan


Teringat beberapa tahun yang lalu, ketika pertama kali mendapat kesempatan arubaito (kerja part-time) sebagai programmer di beberapa perusahaan di Jepang. Yang terpikirkan saat itu adalah keuntungan materi dan pengalaman yang akan saya dapat. Waktu terus berjalan, perusahaan demi perusahaan saya hampiri, pengalaman demi pengalaman saya dapatkan. Dari menjadi sistem engineer, network administrator, programmer, lecturer, sampai konsultan pun sudah pernah saya jalani.
Dan tanpa saya sadari, ternyata ada satu hal penting yang telah saya lupakan. Pengalaman dan pengetahuan yang saya lalui, juga know-how yang saya kuasai, sebenarnya belumlah menjadi pengetahuan yang benar-benar berguna. Atau dengan kata lain, saya belum “menghidupkan” pengetahuan yang saya miliki secara berkesinambungan untuk diri sendiri, dan juga dalam kemasan pengetahuan yang bisa mencerahkan orang lain. Jadi saya belum mengubahnya menjadi sesutu yang bermanfaat secara luas.

Proses Spiralisasi Pengetahuan
Ikujiro Nonaka dan Hirotaka Takeuchi melalui bukunya berjudul “The Knowledge Creating Company” [Nonaka95] mengupas dengan indah fenomena ini. Pengetahuan (knowledge) manusia pada hakekatnya terbingkai menjadi dua: explicit knowledge dan tacit knowledge. Explicit knowledge adalah pengetahuan yang tertulis, terarsip, tersebar (cetak maupun elektronik) dan dapat berfungsi sebagai bahan pembelajaran (reference) untuk orang lain. Sedangkan tacit knowledge merupakan pengetahuan yang berbentuk know-how, pengalaman, skill, pemahaman, maupun rules of thumb. Yang juga disebut oleh Michael Polyani (pengarang buku the tacit dimension) sebagai fenomena “pengetahuan kita jauh lebih banyak daripada yang kita ceritakan”.
Suatu pengetahuan untuk bisa menjadi “lebih hidup” dan bermanfaat secara luas harus melewati fase “pengubahan”, atau Ikujiro Nonaka dan Hirotaka Takeuchi menyebutnya sebagai suatu dalam proses knowledge spiral (lihat Gambar).


Saya sendiri lebih senang menyebut proses itu dengan Spiralisasi Pengetahuan. Dan inilah ternyata hal penting yang tidak saya lakukan. Saya terlupa untuk mengadakan spiralisasi pengetahuan yang akarnya terbagi menjadi empat:
Yang pertama adalah proses eksternalisasi (externalization), yaitu mengubah tacit knowledge yang kita miliki menjadi explicit knowledge. Bisa dengan menuliskan know-how dan pengalaman yang kita dapatkan dalam bentuk tulisan artikel atau bahkan buku apabila perlu. Dan tulisan-tulisan tersebut akan sangat bermanfaat bagi orang lain yang sedang memerlukannya. 14 abad yang lalu,
Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan konsep yang mirip dengan proses eksternalisasi ini, dalam ucapan beliau yang sangat terkenal, “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya”.
Yang kedua adalah proses kombinasi (combination), yaitu memanfaatkan explicit knowledge yang ada untuk kita implementasikan menjadi explicit knowledge lain. Proses ini sangat berguna untuk meningkatkan skill dan produktifitas diri sendiri. Kita bisa menghubungkan dan mengkombinasikan explicit knowledge yang ada menjadi explicit knowledge baru yang lebih bermanfaat.
Yang ketiga adalah proses internalisasi (internalization), yakni mengubah explicit knowledge sebagai inspirasi datangnya tacit knowledge. Dari keempat proses yang ada, mungkin hanya inilah yang telah kita lakukan. Bahasa lainnya adalah learning by doing. Dengan referensi dari manual dan buku yang ada, saya mulai bekerja, dan saya menemukan pengalaman baru, pemahaman baru dan know-how baru yang mungkin tidak saya dapatkan dari buku tersebut.
Yang keempat adalah proses sosialisasi (socialization), yakni mengubah tacit knowledge ke tacit knowledge lain. Ini adalah hal yang juga terkadang sering kita lupakan. Kita tidak manfaatkan keberadaan kita pada suatu pekerjaan untuk belajar dari orang lain, yang mungkin lebih berpengalaman. Proses ini membuat pengetahuan kita terasah dan juga penting untuk peningkatan diri sendiri. Yang tentu saja ini nanti akan berputar pada proses pertama yaitu eksternalisasi. Semakin sukses kita menjalani proses perolehan tacit knowledge baru, semakin banyak explicit knowledge yang berhasil kita produksi pada proses eksternalisasi.

Mengambil Pelajaran dari Matsushita Electric
Ikujiro Nonaka dan Hirotaka Takeuchi mengilustrasikan fenomena spiralisasi pengetahuan sebagai hasil dari pengalaman perusahaan matsushita electric dalam mengembangkan mesin pembuat roti.
Konon pada era tahun 1985, matsushita electric menemui kesulitan besar dalam produksi mesin pembuat roti. Mereka selalu gagal dalam percobaan yang dilakukan. Kulit luar roti yang sudah gosong padahal dalamnya masih mentah, pengaturan volume dan suhu yang tidak terformulasi, adalah pemandangan sehari-hari dari percobaan yang dilakukan.
Adalah seorang pengembang software matsushita electric bernama Ikuko Tanaka yang akhirnya mempunyai ide cemerlang untuk pergi magang langsung ke pembuat roti ternama di Osaka International Hotel. Dia dibimbing langsung oleh sang pembuat roti ternama tersebut untuk belajar bagaimana mengembangkan adonan dan teknik khusus lainnya. Selesai magang dia presentasikan seluruh pengalaman yang didapat. Pada engineer matsushita electric menerjemahkannya dengan penambahan part khusus dan melakukan perbaikan lain pada mesin. Percobaan yang dilakukan akhirnya sukses. Dan produk mesin pembuat roti tersebut akhirnya memecahkan rekor penjualan alat perlengkapan dapur terbesar pada tahun pertama pemasaran.
Ilustrasi di atas adalah sebuah kasus keberhasilan proses spiralisasi pengetahuan. Dan sebenarnya kita bisa menerjemahkannya ke dalam suatu hal yang sederhana dan dalam perspektif apapun, baik dalam lingkungan kerja yang sedang kita jalani, dalam kehidupan bermasyarakat, maupun dalam proses pendidikan keluarga dan anak.
Menguraikan pengalaman dalam bentuk sebuah tulisan yang bisa dimengerti orang lain. Kemudian meningkatkan diri dengan belajar dari sumber lain untuk mengembangkan tulisan tersebut menjadi tulisan lain yang lebih berbobot. Menikmati proses learning by doing sebagai sebuah proses mematangkan diri. Dan tidak melewatkan untuk belajar secara langsung dari orang lain yang lebih berpengalaman apabila ada kesempatan. Adalah prinsip dasar dari proses spiralisasi pengetahuan. Hasil yang ingin kita dapatkan dari proses tersebut adalah bermunculannya pengetahuan-pengetahuan baru yang lebih berguna dalam perspektif bagi pemiliknya maupun juga untuk orang lain yang ingin memanfaatkannya.
Saya sendiri saat ini bersama-sama rekan yang lain sedang kembali menerawang ke belakang, mencoba mengumpulkan tacit-tacit knowledge yang pernah kami miliki dan mengubahnya dalam bentuk explicit knowledge dalam bentuk sebuah komunitas pembelajaran bersama, yang biasa kita sebut sebagai komunitas e-Learning.

Ditulis oleh: Romi Satria Wahono
Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah LIPI

1 komentar:

Anonim mengatakan...

bagaimana cara mengetahui explicit knowledge seseorang, serta tolong tampilkan contoh pertanyaanya?