Presdir PT Hewlett Packard Indonesia, Elisa Lumbantoruan termasuk tipe orang pekerja keras. Ketika masih menuntut ilmu di Institut Teknologi Bandung (ITB), jurusan matematika dari tahun 1979 sampai 1985, misalnya, pria kelahiran Siborong-borong ini sudah pintar ‘cari makan’. Ia menjadi guru matematika di sejumlah pusat bimbingan belajar untuk SMA di Kota Kembang, Bandung.
Menjelang berakhirnya masa studi sampai satu tahun setelah menggondol gelar sarjana, ia bekerja di berbagai institut dan universitas di Bandung dan Jakarta. Terutama sebagai dosen matematika dan komputer. Kemudian, ia bergabung dengan PT Astra Graphia sebagai account manager pada tahun 1986. Di situlah pertama kali ia terjun di industri Teknologi Informasi (IT).
Ia mengaku terpeleset berkarier di bidang yang satu ini karena sejak semula ia memang bercita-cita sebagai guru. Selain itu, dengan menjadi guru, berarti ia bisa menuruti keinginan kedua orang tuanya yang memang berprofesi sebagai guru SD dan SMP. ”Maunya mereka, saya bekerja sebagai dosen, jadi ada peningkatan,” kata Elisa tergelak.
Dan ternyata, karier pria beristri Boru Butar-Butar dan ayah dua anak ini di industri IT melesat. Lepas dari Astra Graphia, ia bergabung dengan berbagai perusahaan IT terkemuka sebelum akhirnya pada tahun 1997 meniti karier di PT Compaq Indonesia sebagai marketing director. Pada Mei 2002, PT Compaq Indonesia melakukan merger dengan PT HP Indonesia dan enam bulan berikutnya, Elisa dipercaya menduduki posisi tertinggi di perusahaan hasil merger tersebut karena kompetensinya.
Elisa mengatakan, ada dua hal yang menjadi obsesinya di HP Indonesia. Pertama sisi internal, bagaimana menegaskan posisi HP Indonesia dibanding subsidiary HP yang lain di hampir 142 negara di seluruh dunia. ”Tentunya kita ingin bertahap, pertama-tama ingin menjadi yang terbaik di sub region yaitu Asia Tenggara. Di HP, tahapannya adalah negara, kemudian subregion (Asia Tenggara, region Asia Pacific) dan terakhir worldwide (seluruh dunia – Red). Untuk menjadi yang terbaik di Asia Tenggara ada mekanismenya yakni Asean Cup. Di situ kita mau jadi pemenang,” ujar penggemar golf ini.
Sebenarnya masih banyak ukuran keberhasilan lainnya, seperti bagaimana HP Indonesia berinteraksi dengan pelanggan di tiga segmen pasar. Dalam tiga kuartal terakhir, Elisa mengungkapkan, sudah banyak terjadi peningkatan. Implementasi HP Indonesia boleh dikatakan yang terbaik di Asia Tenggara, demikian juga dari sisi pertumbuhan bisnis yang biasa dinilai dari market share di suatu negara di antara negara lain di Asia Tenggara.
Bagi Elisa hal ini sangat penting, walaupun implikasinya terhadap perubahan persepsi orang tentang Indonesia masih kecil. ”Jujur saja, kita bicara Indonesia yang terdengar hanyalah persepsi negatif. Dengan kita menunjukkan hasil kerja HP Indonesia yang seluruh karyawannya adalah orang Indonesia, mudah-mudahan bisa mengubah persepsi negatif tadi,” tutur pria yang masih menyempatkan diri bergiat dalam acara adat dan rohani ini.
Di level Indonesia, di bawah komando Elisa, HP Indonesia memang sudah berhasil mencapai visinya untuk menjadi perusahaan IT nomor satu di Indonesia. Tetapi masih ada hal lain yang masih menjadi impian HP Indonesia. Kontribusi industri terhadap GDP masih kecil karena kegiatan ekonomi yang diakibatkan industri IT belum terlalu dominan. Itu yang sedang kita pacu, bagaimana industri IT ini menjadi salah satu segmen industri penting di Indonesia.
Kemudian, bagaimana IT bisa mempengaruhi industri lain tumbuh lebih cepat dan pada akhirnya akan mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional. Ia kemudian menyontohkan mengapa Korea bisa cepat bangkit dari krisis padahal cadangan devisa mereka ketika itu hanya 5 miliar dolar. Sekarang cadangan devisa mereka sudah 100 miliar dolar. ”Itu karena mereka mengimplementasikan IT,” katanya.
Hidup Seimbang
Menurut Elisa, idealnya manusia memiliki hidup yang seimbang baik di sisi karier, keluarga, kesehatan dan tak kalah penting kegiatan sosial. Bagi Elisa yang karena posisinya membuat ia memiliki banyak kesibukan, ini merupakan suatu tantangan, tetapi tetap mengutamakan karier. ”Memang karier saya tempatkan sebagai prioritas karena saya punya tanggung jawab yang bisa diukur dari pencapaian dan ekspektasi dari pemberi kerja. Sedangkan untuk keluarga memang tidak tersurat seperti itu, tetapi saya harus menyadari, dengan peningkatan di sisi karier, konsekuensinya waktu untuk keluarga akan berkurang. Oleh karena itu kualitas pertemuan juga harus diperhatikan,” katanya.
Diambil dari: Harian Sinar Harapan
Guru yang Menjadi CEO
Posted by Fatkhur Riezqa
In Category: CEO
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar