Knowledge Management

Menghadapi iklim usaha yang kompetitif, untuk dapat mempertahankan eksistensinya, ada dua hal pokok yang harus selalu dilakukan oleh suatu perusahaan yaitu ‘to create customers’ dan ‘to innovate’ sehingga menghasilkan nilai-tambah perusahaan terhadap pesaing. Dalam kenyataannya, proses penciptaan customer dan proses inovasi merupakan rangkaian kegiatan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Posisi perusahaan di mata customer sejalan dengan inovasi-inovasi yang mampu dilakukan dan ditawarkan oleh perusahaan. Proses inovasi akan tumbuh subur jika dikembangkan sikap keberanian bereksperimen (menciptakan risiko) dalam suasana kerja yang harmonis yang didukung oleh pengalaman dan pengetahuan yang memadai mengenai lingkup bisnis perusahaan dan perkembangannya.
Oleh karena itu sudah menjadi kesadaran dan kepentingan berbagai perusahaan untuk memacu proses pembelajaran, baik bagi individu pegawai maupun pada tataran organisasi. Dapat dikatakan bahwa pembelajaran adalah suatu proses untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, wawasan dan akhirnya percaya diri yang diharapkan akan menunjang peningkatan kinerja individu dan organisasi untuk menghasilkan nilai-tambah bagi perusahaan.

Dalam kaitannya dengan proses learning (pembelajaran), ada 3 kondisi strategis yang perlu selalu diperhatikan dan diperjelas, yaitu:
1. Apa peran learning dalam perusahaan?
2. Bagaimana iklim, budaya, dan infrastruktur dapat menunjang proses learning di perusahaan?
3. Bagaimana kita men-justify kegiatan learning sebagai proses integral dalam bisnis perusahaan?
Jawaban dari tiga pertanyaan di atas akan menunjukkan tingkat keyakinan dan kesiapan suatu perusahaan akan pentingnya proses pembelajaran bagi perusahaan.
Suatu pemahaman yang kurang tepat dalam proses pembelajaran adalah bahwa pembelajaran seringkali diartikan sebagai kegiatan penambahan pengetahuan-pengetahuan baru semata sehingga pengetahuan yang telah ada sebelumnya, yang dimiliki di dalam organisasi, menjadi terabaikan dan tidak dapat diidentifikasi lagi. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, maka diperkenalkan suatu konsep pengelolaan pengetahuan yang disebut dengan “Knowledge Management”.
Terdapat berbagai definisi tentang apa itu knowledge management (KM). Ada yang mengatakan KM adalah suatu proses, suatu kegiatan, suatu benda (entity), suatu kemampuan (capability), bahkan ada pula yang mengatakan bahwa KM adalah suatu cara berpikir. Namun apapun definisinya, KM selalu berbicara mengenai pengelolaan knowledge atau pengetahuan. Oleh sebab itu, adalah penting bagi kita untuk memahami apa yang dimaksud dengan pengetahuan, dan yang lebih penting lagi adalah untuk memahami pengetahuan apa yang telah dimiliki oleh perusahaan dan pengetahuan apa yang harus diperoleh perusahaan agar dapat terus mempertahankan kemampuannya untuk bersaing.
Untuk menyamakan pemahaman, tulisan ini akan diawali dengan uraian mengenai apa yang dimaksud dengan pengetahuan. Kemudian akan disajikan kerangka berpikir yang dapat dipakai perusahaan untuk mengindentifikasikan pengetahuan dan akhirnya, tulisan akan ditutup dengan hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam aspek sumber daya manusia di perusahaan setelah perusahaan mengidentifikasikan pengetahuan yang dimiliki serta yang harus dicari.

I. PENGERTIAN KNOWLEDGE
Pengetahuan atau knowledge, bukanlah data, bukan pula informasi, namun sulit sekali dipisahkan dari keduanya. Perbedaan antara data, informasi dan pengetahuan seringkali hanya pada masalah derajat kedalamannya, dimana pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang lebih mendalam dibandingkan informasi, apalagi data.


Gambar 1 menunjukkan hubungan antara tingkat-tingkat dalam hierarki konsep simbol, data, informasi, dan pengetahuan. Terlihat bahwa simbol merupakan tingkat yang paling dasar dalam hierarki konsep pengetahuan. Setiap ‘gerakan’ ke arah atas, menuju pengetahuan, dikatakan sebagai proses pengayaan (enrichment).
Secara intuitif, kebanyakan orang merasa bahwa pengetahuan merupakan sesuatu yang lebih luas, lebih mendalam, serta lebih kaya dibandingkan informasi, apalagi data. Kebanyakan orang mengatakan seseorang yang berpengetahuan atau knowledgeable person, merujuk pada seseorang yang berpendidikan, cerdas, memiliki pemahaman yang mendalam dan dapat dipercaya mengenai suatu subyek. Tidak pernah terdengar orang membicarakan pengetahuan dengan merujuk pada dokumen, memo, atau basis-data yang berpengetahuan, walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa hal-hal tersebut memang dihasilkan oleh orang-orang yang berpengetahuan.
Terdapat dua jenis pengetahuan: pengetahuan explicit dan pengetahuan tacit, yang dapat diekspresikan sebagai berikut:

Pengetahuan = Pengetahuan explicit + Pengetahuan tacit

Explicit knowledge atau pengetahuan eksplisit, dapat diekspresikan dalam kata-kata dan angka, serta dapat disampaikan dalam bentuk formula ilmiah, spesifikasi, manual-manual, dan sebagainya. Pengetahuan jenis ini dapat segera diteruskan dari satu individu ke individu lain secara formal dan sistematis.
Di lain pihak, tacit knowledge atau pengetahuan terbatinkan, bersifat sangat personal dan sulit dirumuskan, sehingga membuatnya sulit untuk dikomunikasikan atau disampaikan pada orang lain. Perasaan pribadi, intuisi, bahasa tubuh, pengalaman fisik, petunjuk praktis (rule-of-thumb) termasuk dalam jenis pengetahuan terbatinkan.

II. KERANGKA BERFIKIR
“Knowledge apa yang dibutuhkan perusahaan?”. Untuk membantu perusahaan mengidentifikasikan pengetahuan apa yang harus dimiliki dan yang sudah dimiliki, diharapkan kerangka berpikir dalam Gambar 2 di bawah ini bisa membantu.


Dalam Gambar 2 ditunjukkan bahwa analisis kesenjangan pengetahuan atau knowledge gap analysis pada dasarnya merupakan kegiatan yang sulit sekali dipisahkan dari kegiatan penyusunan strategi perusahaan.
Gambar 3 di bawah menunjukkan hubungan antara strategi perusahaan, strategi pengetahuan, dan manajemen pengetahuan atau KM. Strategi generik yang dikenal bagi strategi pengetahuan adalah codification strategy dan personalisation strategy.


Kedua strategi generik tersebut biasanya didetailkan menjadi empat strategi pengetahuan, yaitu: Intellectual Asset Management Strategy, Personal Knowledge Asset Responsibility Strategy, Knowledge Creation Strategy, dan Knowledge Transfer Strategy.
Merujuk pada Gambar 2, untuk menyusun suatu strategi bisnis, umumnya perusahaan melakukan analisis terhadap lingkungan makro dan lingkungan industri untuk mengidentifikasi faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi perusahaan dalam melakukan bisnis. Dari analisis makro dan industri tersebut, diperoleh peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan perusahaan, ancaman-ancaman yang dapat mengganggu kinerja perusahaan, serta faktor-faktor kunci sukses.
Seperti telah dipahami oleh para praktisi bisnis, faktor-faktor kunci sukses merupakan faktor-faktor yang kritis yang harus sangat diperhatikan oleh semua perusahaan yang ingin beroperasi dalam suatu industri. Dengan bantuan faktor kunci sukses sebagai kriteria, perusahaan dapat melakukan evaluasi terhadap dirinya. Evaluasi internal perusahaan ini akan menghasilkan kekuatan-kekuatan yang dimiliki perusahaan, tak ketinggalan pula kelemahan-kelemahan yang harus diperbaiki oleh perusahaan. Dengan mempertimbangkan peluang dan ancaman dari lingkungan eksternal, serta kekuatan dan kelemahan dari analisis internal perusahaan, dapat ditentukan sasaran perusahaan dan strategi atau cara mencapai sasaran perusahaan tersebut.
Selanjutnya, strategi perusahaan langsung diterjemahkan menjadi hal-hal yang harus dilakukan perusahaan dalam kurun waktu tiga sampai lima tahun ke depan, sementara kekuatan dan kelemahan perusahaan diterjemahkan menjadi hal-hal yang sudah bisa (mampu) dilakukan oleh perusahaan pada saat ini. Kesenjangan antara apa yang harus dilakukan perusahaan dengan apa yang dapat dilakukan perusahaan dikenal dengan nama kesenjangan strategi.

Identifikasi pengetahuan yang sudah dimiliki oleh perusahaan.
Hal-hal yang saat ini bisa dilakukan oleh perusahaan, pada dasarnya didukung oleh pengetahuan-pengetahuan yang saat ini telah dimiliki perusahaan. Sebagai contoh, sebuah perusahaan pembuat kue kering (hal yang dapat dilakukan) tentu memiliki pengetahuan mengenai cara membuat kue kering.

Identifikasi pengetahuan yang harus dimiliki oleh perusahaan.
Apakah pengetahuan yang sudah dimiliki perusahaan tersebut cukup bagi perusahaan untuk menjalankan strategi bisnisnya?
Merujuk kembali pada faktor-faktor kunci sukses serta strategi perusahaan, dapat diidentifikasi pengetahuan-pengetahuan yang harus dimiliki oleh perusahaan. Perbedaan antara pengetahuan yang harus dimiliki perusahaan dengan pengetahuan-pengetahuan yang sudah dimiliki perusahaan saat ini dikenal dengan sebutan kesenjangan pengetahuan.

III. IMPLIKASI PADA SUMBER DAYA MANUSIA DI PERUSAHAAN
Setelah perusahaan mengidentifikasikan pengetahuan-pengetahuan yang telah dimiliki serta yang masih harus diakuisisi, maka dilakukan analisis terhadap infrastruktur information communication technology atau ICT dan kondisi sumber daya manusia. Analisis kedua komponen KM tersebut tidak diterangkan di sini, demikian pula penyusunan strategi KM yang meliputi harmonisasi antara ketiga komponen KM: content (pengetahuan), people (sumber daya manusia), dan technology (ICT).
Namun penelitian secara empiris menunjukkan adanya permasalahan yang berkaitan dengan kegiatan akuisisi, berbagi/menularkan (sharing), dan pemanfaatan (utilization) dari knowledge. Beberapa hal yang sering muncul dalam masing-masing kegiatan adalah sebagai berikut:
• Akuisisi
- Perusahaan tidak memiliki kebijakan yang efektif untuk mendukung akuisisi pengetahuan;
- Daya serap karyawan rendah, sehingga kegiatan akuisisi tidak efektif.
• Berbagi
- Karyawan enggan atau tidak memiliki waktu yang cukup untuk berbagi pengetahuan;
- Perusahaan tidak memiliki kebijakan serta praktek berbagi pengetahuan.
• Pemanfaatan
- Karyawan lebih senang menjalani hal-hal yang biasa dilakukan (rutin), enggan menerapkan pengetahuan-pengetahuan baru;
- Perusahaan tidak memiliki kebijakan serta praktek yang mendukung pemanfaatan pengetahuan baru.

Dengan mempertimbangkan ketersediaan waktu serta pentingnya pengetahuan yang dibutuhkan, perusahaan dapat memilih apakah akuisisi pengetahuan dilakukan melalui kegiatan pelatihan dan pembelajaran atau harus melakukan aliansi strategis dengan perusahaan lain yang memiliki pengetahuan yang diinginkan. Demikian pula dengan berbagi pengetahuan. Sebagai contoh, beberapa perusahaan membentuk tim gabungan lintas fungsi untuk memicu terjadinya ‘penularan’ pengetahuan di antara para anggota tim. Selain itu dapat pula dimanfaatkan orang-orang yang dipandang sebagai unggul, berpengetahuan, dan mempunyai kinerja prima sebagai pemicu penularan pengetahuan. Namun penting sekali untuk disadari bahwa proses berbagi dan pemanfaatan pengetahuan akan terjadi dengan baik bila ada ‘situasi yang bersahabat’. Berperilaku santun pada orang lain adalah hal yang baik karena akan memungkinkan terjadinya penularan pengetahuan melalui iklim yang sarat kerjasama, kesetiaan, kebersamaan, dan kreativitas. Oleh sebab itu, para ahli manajemen pengetahuan seperti Von Krogh, Ichiyo dan Nonaka (dalam Enabling Knowledge Creation, 2000) menyampaikan adanya lima dimensi yang disebutnya sebagai the dimension of care.
Kelima dimensi yang dapat mengatasi hambatan dan melancarkan proses penularan dan pemanfaatan pengetahuan itu adalah:
1. Membangun rasa saling percaya di antara para anggota organisasi, terlepas dari kedudukan, kecerdasan, dan kinerja;
2. Berempati secara aktif, sehingga setiap anggota organisasi bisa mengetahui apa masalah yang dihadapi anggota yang lain dan apakah pengetahuan yang saat ini dimiliki bisa membantu anggota tersebut;
3. Bila empati secara aktif merupakan fondasi berpikir bagi setiap orang bahwa ia bisa membantu orang lain, maka akses pada pertolongan merupakan dimensi ketiga yang membuat setiap orang dalam perusahaan, terutama orang-orang yang ‘lebih’ dibandingkan yang lain, menjadikan dirinya sebagai tempat untuk dimintai pertolongan;
4. Proses penularan tidak dapat berjalan secara sekaligus, melainkan sedikit demi sedikit. Selain itu, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama dalam proses belajar. Oleh sebab itu kita harus cukup toleran dalam mengevaluasi kinerja atau kemajuan orang lain dalam proses belajar;
5. Terakhir, tidak akan ada interaksi positif seperti penularan pengetahuan, di antara anggota organisasi, bila masing-masing anggota tidak memiliki keberanian untuk berinteraksi. Berani untuk bereksperimen, berani untuk mengemukakan pendapat atau umpan balik, dan berani menyampaikan gagasan sebagai alternatif solusi masalah.

(Diambil dari materi workshop Knowledge Management,
Lembaga Manajemen PPM)

4 komentar:

tikabanget™ mengatakan...

waduh, mas.. form komentarnya diganti mas.. sayah ndak bisa masukin blog sayah.. kalo ndak pindah ke wordpress... :D hhehehe..

Anonim mengatakan...

mas, mau nanya:
bagian apa ya yang bisa dianalisis dari KM (cth: wikipedia)? baik secara teknis ataupun nonteknis. thx :)

Ismunawan mengatakan...

pengen menjadi teman anda

Ismunawan mengatakan...

www.facebook.com/ismunawan.troy