Majikan dan Pekerja

Hari Buruh seringkali dijadikan momen oleh para pekerja untuk berdemonstrasi, menggugat majikan dan menuntut segala hal yang menjadi hak mereka. Ini tak perlu terjadi seandainya selama ini hubungan antara pekerja dan majikan terjalin harmonis.

Keharmonisan antara pekerja dan majikan akan terjalin bila setiap pihak memandang pekerjaannya sebagai lahan ibadah. Dalam Islam, bekerja adalah ibadah. Bekerja menjadi bukti dan manifestasi keimanan seseorang. Dalam Alquran terdapat ratusan kata ”iman” yang diikuti dengan kata ”amal”. Allah SWT berfirman, ”Barang siapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shaleh (bekerja dengan baik).” (QS Al kahfi [18]:110). Rasulullah SAW bersabda, ”Tidak ada satu makanan yang dimakan seseorang, yang lebih baik daripada makanan hasil usahanya sendiri.” (HR Bukhari).
Motivasi seorang Muslim dalam bekerja, baik itu posisinya sebagai majikan ataupun pekerja, bukanlah sekadar mengejar upah/gaji, namun juga mengejar keridhaan Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, ”Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang melakukan pekerjaannya dengan baik dan tekun.” (HR Baihaqi).
Keharmonisan antara pekerja dan majikan akan terbangun bila setiap pihak menunaikan perannya dengan baik dan profesional. Pekerja bekerja dengan penuh disiplin, amanah, dan tanggung jawab. Rasulullah SAW bersabda, ”Sesungguhnya Allah adalah Zat yang terbaik dan sangat mencintai yang baik dan tidak menerima sesuatu kecuali jika dilakukan dengan baik.” (HR Baihaqi).
Majikan pun demikian, harus menunaikan kewajibannya dengan penuh tanggung jawab dan rasa kepedulian. Majikan harus mampu memenuhi hak-hak pekerjanya serta berinteraksi dengan penuh empati dan kasih sayang. Rasulullah SAW berkata kepada Ma'rur bin Suwaid, ”Janganlah engkau membebani pekerjaan kepada mereka jika hal tersebut akan memberatkannya. Tapi, jika engkau menyuruhnya juga, maka hendaklah engkau turut membantunya.”
Dalam hadis lain Rasul SAW bersabda, ”Barang siapa mempekerjakan seseorang, hendaklah dia memberitahukan gajinya dan jangan mempekerjakan seseorang sebelum menjelaskan gajinya.” (HR Baihaqi dan Ibnu Hanbal). Jadi, sudah menjadi suatu keniscayaan bahwa pantang bagi majikan Muslim menahan atau bahkan mengurangi gaji pekerjanya. Demikianlah hubungan perburuhan dalam Islam. Majikan dan pekerja seharusnya mampu bekerja sama secara harmonis agar laju pekerjaan berlangsung efektif dan bernilai ibadah. Wallahu a'lam bish-shawab.

Ditulis oleh: Rashid Satari

1 komentar:

Anonim mengatakan...

sangat menarik, terima kasih